Senin, 26 Januari 2009

asuhan keperawatan fraktur

I. PENGERTIAN

Fraktur dalai : Terputusnya hubungan / kontinuitas jaringan tulang ; tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi.

II. JENIS JENIS FRAKTUR

1. Menurut Garis Fraktur

a. Fraktur Komplit

Apabila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang.

b. Fraktur Inkomplit

Apabilah garis patah tidak melalui penampang tulang, seperti :

Ø Hairline fraktur (Patah retak rambut)

Garis fraktur hampir tak tampak sehingga bentuk tulang tak ada perubahan

Ø Buckle fraktur ( Torus fraktur )

Apabila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya, umumnya terjadi pada distal radius anak.

Ø Greenstick fraktur ( Fraktur tangkai dahan muda )

Apabila mengenai satu korteks dimana korteks tulangnya sebagian masih utuh juga periotium akan segera sembuh dan segar mengalami remodelling ke bentuk dan fungsi normal.

2. Menurut Bentuk Fragmen dan Hubungannya dengan Mekanisme Trauma

a. Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang), trauma angulasi atau langsung

Faktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang, segmen tulang yang patah direposisi atau direduksi kembali ketempatnya semula, maka segmen akan stabil dan biasanya mudah dikontrol denga bidai gips.

b. Fraktur patah oblique : Trauma angulasi

Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Faktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.

c. Fraktur Spiral : Trauma rotasi

Fraktur ini timbul akibat torsi pada ekstremitas, menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.

d. Fraktur kompresi : Trauma axial fleksi pada tulang spongiosa

Fraktur terjadi ketika dua tulang menumpuk tulang ketiga yang berada diantaranya seperti satu vertebra dengan dua vertebralainnya.

e. Fraktur avulsi : Trauma tarikan / taksi otot pada tulang, ex. Fraktur patella.

Fraktur ini memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendon atau ligamen.

3. Menurut Jumlah Garis Fraktur

a. Fraktur Komminute

Apabila terjadi banyak garis fraktur atau banyak fagmen kecil yang terlepas.

b. Fraktur Segmental

Apabila garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan sehingga satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh dan keadaan ini memerlukan pengobatan secara bedah.

c. Fraktur Multiple

Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempat ex. Fraktur femur, fraktur cruris dan fraktur tulang belakang.

4. Bergeser – Tidak bergeser

a. Fraktur Displaced (bergeser)

Terjadi pergeseran fragmen fraktur yang disebut dislokasi fragmen.

Ø Dislokasi ad longitudinam cum contractionum ( pergeseran searah sumbu dan overlapping )

Ø Dislokasi ad axim ( pergeseran yang membentuk sudut )

Ø Dislokasi ad latus ( pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi)

b. Fraktur Indisplaced (tidak bergeser )

Apabila garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteumnya masih utuh.

5. Menurut Hubungan antara Fragmen dengan dunia luar

a. Fraktur terbuka

Apabila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit.

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 tingkat :

Ø Pecah tulang menusuk kulit, kerusakan jaringan sedikit kontaminasi ringan, luka kurang dari 1 cm.

Ø Keruskan jaringan sedang, potensial infeksi lebih besar, luka lebih besar dari 1 cm ( ex. Fraktur comminute )

Ø Luka besar s/d 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neuromuskuler, kontaminasi besar. Ex. Luka tembak.

Grade / Fraktur terbuka :

Grade I. : Sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit.

Grade II : Fraktur terbuka merobek kulit dan otot

Grade III : Banyak sekali jejas kerusakan kulit, otot, jaringan syaraf, pembuluh darah serta luka sebesar 6 – 8 cm.

b. Fraktur tertutup

Bila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit.

6. Fraktur Patologi

Terjadi pada daerah yang menjadi lemah oleh karena tumor atau proses patologik lainnya.

III. PATOFISIOLOGI



DAYA




IV. PROSES PENYEMBUHAN TULANG

Tulang yang rusak mengakibatkan periosteum pembuluh darah paa korteks dan sumsum tulang serta jaringan lunak sekitarnya rusak, keadan tersebut menimbulkan perdarahan dan terbentuknya hematoma dan jaringan nekrotik. Terjadi jaringan nekrotik pada jaringan disekitar fraktur, merangsang impalmasi. Tahap ini merupakan tahap awal penyembuhan tulang.

Tahap – tahap penyembuhan tulang.

1. Tahap pembentukan hematoma ( sampai dengan hari kelima)

Dalam 24 jam mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk kearea fraktur. Setelah 24 jam suplai darah meningkat kearea, terbentuklah hematoma. Hematoma berkembang menjadi jaringan granulasi.

2. Tahap proliferasi seluler ( sampai dengan hari ke 12)

Pada area fraktur, periosteum, endosteum, dan sumsum mensuplai sel yang berubah menjadi fibrikartilago, kartilago hyalin dan jaringan penunjang fibrosa. Terjadi osteogenesis dengan cepat.

3. Tahap formasi kallus / prakallus ( 6 s/d 10 hari setelah cedera)

Jaringan granulasi berubah menjadi bentuk prakallus. Prakallus mencapai ukurana maksimal pada 14 sampai 21 hari setelah injuri.

4. Tahap Ossifikasi Kallus ( sampai dengan minggu ke 12 )

Membentuk ossifikasi kallus eksternal ( periosteum dan korteks ) kallus internal ( medular ) dan kallus intermediate. Pada minggu ke 3 sampai dengan 10 kallus menutupi tulang.

5. Tahap konsolidasi ( 6 s/d 8 bulan ) dan Remodelling ( 6 s/d 12 bulan)

Dengan aktifitas osteoblas dan osteoklas, kallus mengalami pembentukan tulang sesuai dengan aslinya.

Faktor – faktor yang mempengaruhi proses pemulihan:

1) Tipe fraktur

2) Tipe tulang yang fraktur : tulang spongiosa lebih cepat sembuh dibanding dengan tulang kompak.

3) Area fraktur

4) Klassifikasi fraktur

5) Usia klien

6) Keadaan gizi klien

7) Adanya komplikasi atau tidak misalnya : infeksi lebih lama pemulihan

V. TANDA DAN GEJALA FRAKTUR

1. Nyeri sedang sampai hebat, lebih saat digerakan.

2. Hilangnya fungsi pada bagian yang tekluka

3. Tampak deformitas yang jelas, saat dibandingkan dengan ekstermitas yang normal.

4. Tulang rigiditas / kekakuan pada bagian yang terluka.

5. Terdengar suara krepitasi saat digerakan

6. Adanya bengkak dan perubahan warna ( mungkin tidak nyata terlihat pada jam – jam pertama )

7. Shock, yang disebabkan karena luka yang hebat dan kehilangan darah dari jaringan yang luka.

VI. KOMPLIKASI FRAKTUR

1. Kerusakan arteri

Biasanya ditandai dengan adanya bengkak / hematoma, tidak ada denyut, pucat / sianosis pada bagian distal fraktur, nyeri, pengisian kapiler yang buruk, paralisys dan baal. Kerusakan ini dapat disertai cedera pada kulit, syaraf, otot dan visera ( thorak dan abdomen )

2. Sindroma kompartmen

Yaitu suatu kondisi serius dimana tekanan satu / lebih kompartmen ekstremita meningkat, ditandai dengan oedema, tidak ada denyut, nyeri terutama saat area ditinggikan/ ditekan / digerakan, pucat , sianosis, kaku, parestesia, dan paresis.

3. Shock

Terjadi karena hipovolemik akibat perdarahan

4. Sindroma emboli lemak ( terjadi setelah 24 s/d 48 jam setelah cedera)

Ditandai dengan distres pernapasan, tacikardi, hipertensi, tacipnea, demam, pteciae,edema paru dan akhirnya kematian.

5. Trombo emboli

6. Volkmanns iskhemik kontraktur

7. Infeksi

8. Nekrosis avaskuler

9. Delayed Union

Proses penyembuhan tulang yang berjalan dalam waktu lebih lama dari yang diperkirakan/ normal ( lebih dari 4 bulan ) .

10. Non Union

Suatu kegagalan penyembuhan tulang setelah 6 sampai 9 bulan, ditandai dengan nyeri bila fungsional mulai digerakan.

11. Mal Union

Proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi union dalam waktu semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal. Atau, penyembuhan fraktur dengan peningkatan tingkat angulasi atau deformitas.

Komplikasi yang timbul akibat trauma pada sistem muskuloskeletal dapat mengancam hidup dan hilangnya anggota gerak. Komplikasi yang timbul dapat bersifat umum atau lokal ( segera ), agak lambat dan lanjut.

A. Komplikasi segera ( Initial immediete )

1. Lokal

a) Kulit :

Ø Abrasi

Ø Eksoriasi

Ø Luka tusuk

b) Cedera pembuluh darah :

Ø Ruptur arteri

Ø Ruptur vena

Ø Kontusio

Ø Hematoma ( perdarahan ke jaringan lunak )

c) Cedera otot

Sidroma Kompartmen yaitu sindroma ini dalai masalah ketika perfusi jaringan otot kurang dari kebutuhannya.

d) Cedera Visera

Rongga perut ( hati, limpa, traktus urinarius )

2. Umum

Shock akibat perdarahan / shock hipovolemik yaitu kehilangan cairan dan elektrolit ekstraseluler ke jaringan yang rusak.

B. Komplikasi agak lambat

1. Lokal :

Ø Nekrosis kulit / ganggren

Ø Trombosis vena

Ø Infeksi

Ø Osteomielitis

Ø Avaskuler nekrosis

Ø Reaksi terhadap alat fiksasi.

2. Umum :

Ø Emboli lemak

Ø Emboli paru – paru

Ø Pneumonia

Ø Tetanus

C. Komplikasi lanjut

1. Lokal

a. Sendi :

Ø Degenerasi sendi post traumatik.

Ø Kekakuan sendi.

b. Tulang

Ø Mal union ( pertumbuhan ujung tulang fraktur pada posisi deformitas )

Ø Non Union ( kegagalan ujung tulang untuk sembuh )

Ø Delayed Union ( penyembuhan tulang tertunda. )

c. Otot :

Ø Miositis ossifikans post traumatik.

Ø Ruptur tendon.

d. Syaraf

Ø Tardy nerve palsy.

2. Umum

Ø Neurosis

VII. PENATALAKSANAAN FRAKTUR

A. Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama penanganan fraktur dalai mencegah komplikasi, mengembalikan bagian yang trauma kefungsi maksimal dan mengambalikan kebentuk semula.

1. Reduksi

Langkah pertama penanganan fraktur dalai mengurangi fraktur dengan cara reduksi. Reduksi dalai proses manipulasi tulang yang fraktur kebentuk semula dan mengurangi tekanan serta peregangan pada syaraf dan pembuluh darah. Reduksi biasanya menimbulkan nyer sehingga memerlukan anestesi lokal maupun umum. Reduks terbag menjadi dua :

a. Reduksi tertutup

Metode ini dalai untuk mensejajarkan tulang ( Religment ) dilakukan secara manual dengan menggunakan traksi untuk memindahkan ujung tulang dan mensejajarkannya kebentuk semula. Hal ini dilakukan segera setelah trauma untuk mengurangi resiko hilangnya fungsi tulang dan mencegah degenerasi sendi serta mengurangi deformitas. Pemasangan gips dilakukan untuk mempertahankan reduksi dengan cara harus melewati sendi diatas fraktur dan dibawah fraktur.

b. Reduksi terbuka

Pada metode ini insisi dibuat dan fraktur duluruskan melalui pembedahan. Cara ini biasa dilakukan dengan internal fiksasi yang menggunakan peralatan untuk mempertahankan kesejajaran tulang ( misal : plat, pin ). Yang ditempatkan secara langsung kedalam rongga medular tulang. Cara ini biasanya dilakukan pada fraktur femur dan sendi.

2. Traksi

Traksi merupakan tindakan penarikan ( pada kepala, tubuh, atau tungkai ) dalam dua arah, traksi dilakukan dengan menempelkan beban dengan tali pada ekstremitas, biasanya lebih sering traksi rangka dengan pin baja steril, yang dimasukan melalui fragmen distal atau tulang yang lebih distal melalui pembedahan dibanding dengan traksi kulit. Bentuk – bentuk traksi biasanya akan membuat ekstremitas yang fraktus terangkat lebih tinggi sehingga dapat mengurangi pembengkakan dan meningkatkan penyembuhan jaringan lunak. Penggunaan traksi pebih banyak dihasilkan oleh gaya berat, traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman.

Keuntungan memakai traksi :

Ø Gaya potensial yang besar untuk menarik sendi dan otot

Ø Mengurangi resiko pembedahan

Ø Menurunkan nyeri spasme

Ø Mengoreksi dan mencegah deformaitas

Ø Mengimobilisasi sendi yang sakit

Kerugian memakai traksi :

Ø Lamanya hospitalisasi dan bedrest

Ø Mobilisasi terbatas

Ø Perlu penggunaan alat – alat yang banyak

Tujuan traksi :

Ø Mengembalikan fragmen tulang keposis normal

Ø Mengistirahatkan sendi yang implamasi

Ø Koreks deformitas

Ø Mengurangi dislokasi sendi

Jenis traksi :

a. Traksi Kulit Buck

Merupakan traksi yang paling sederhana dan dipasang untuk jangka waktu yang pendek.

Indikasinya :

Untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut.

b. Traksi Kulit Bryant

Sering digunakan untuk anak kecil yang mengalami patah tulang paha. Penderita diletakan dengan sendi panggul pleksi, lutut ekstensi, ekstremitas pada posisi vertikal agak membuka. Traksi ini hampir selalu dapat menghasilkan reduksi yang memadai dan mempertahankan posisi fragmen sampai terjadi penyembuhan dini

c. Traksi Rangka Seimbang

Digunakan untuk merawat patah tulang pada korpus femoralis orang dewasa. Pada traksi ini hanya satu pin rangkayang ditempatkan transversal melalui femur distal atau tibia froksimal. Ekstremita spasien ditempatkan dengan posisi panggul dan lutut membentuk fleksi lebih kurang 35 derajat.

d. Traksi Russel

Dapat digunakan untuk menangani fraktur femur, reduksi untuk fraktur panggul mungkin lebih sering diperoleh dengan memakai traksi Russel. Traksi longitudinal diberikan dengan menempatkan pin dengan posisi transversal melalui tibia dan fibula diatas lutut. Efeknya untuk memberikan kekuatan traksi.

e. Traksi 90 – 90 – 90

Digunakan untuk anak usia 3 tahun sampai dewasa muda. Dengan membentuk posis fleksi pada tungkai dengan menmpatkan sudut 90 derajat menggantungkan beban pengangkat dan pengungkit.

f. Traksi skeletal

Dilakukan melakukan melalui pembedahan dengan memasukan kawat baja ( metal wires / kirscher wires ). Atau pin ( steinmann pins ) melalui tulang bagian distal terhadap posis fraktur .

3. Tindakan pembedahan

Metode penatalaksanaan fraktur yang paling banyak keunggulannya dalai pembedahan. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Fraktur diperiksa dan diteliti, hematoma dan fragmen – fragmen yang telah meti diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposis dengan tangan agar kembali keposisi normal kemudian fragmen – fragmen tulang diprtahankan dengan alat – alat orthopedi berupa : pin, sekrup, plat dan paku.

B. Penatalaksanaan Keperawatan

1. Mengatur posisi

Tujuannya dalai memberikan rasa nyaman, pencegahan komplikasi. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam mengatur posisi :

v Hindari terjadinya perubahan posisi fraktur

v Hindarkan berubahnya arah tarikan traksi

v Hindarkan mengubah intergritas gips

v Hindari tekanan / tarikan pada alat fiksasi internal

v Sikap tidur pasien jangan dirubah sebelum dilaksanakan reduksi tulang.

v Setelah patah tulang direduksi pergantian posisi tidur harus dilaksanakan minimal 2 jam sekali.

2. Pemantauana neuro sirkulatori

Dilaksanak tiap jam secara dini pada pasien dengan fraktur, kerusakan pembuluh darah atau serabut saraf dapat terjadi pada fraktur atau karena prosedur reduksi. Pemantauan dilakukan dengan cara :

v Meraba lokasi fraktur apakah masih hangat.

v Observasi warna

v Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler.

v Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada lokasi fraktur.

3. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat

Bengkak dan edema dalai respon alami jaringan terhadap trauma dan pembedahan. Insufisiensi vaskuler dan penekanan saraf karena pembengkakan dapat menurunkan aliran darah keekstremitas dan menyebabkan kerusakan saraf ferifer, otot, terputusnya aliran darah dan anoksia. Secara umum, pembengkakan dapat dikontrol dengan mninggikan area yang injuri. Dalam meningkatkan perfusi jaringan, perawat perlu melakukan monitor terhadap ekstremitas yang fraktur seperti nyeri, bengkak, pucat, atau kebiruan, parastesi, berkurangnya nadi, paralisys dan ekstremitas dingin. Bengkak atau edema dapat menurunkan perfusi jaringan, kuku yang sianosis diduga karena bendungan vena, jari yang pucat dan dingin karena adanya obstruksi arteri, menurunnya kemampuan motorik dan adanya parastesi menunjukan iskhemi saraf.

4. Pertahankan kekuatan dan mobilisasi

Anjurkan agar pasien bisa mengerjakan sesuatu :

v Bergerak bebas sebatas adanya pembatasan kepada anggota tubuh yang telah direduksi yang dilengkapi alat – alat mobilitas

v Melaksanakan perawatan yang mungkin

v Setiap sendi yang termobilisasi harus dilatih dan digerakan melalui ROM untuk mempertahankan fungsi.

v Jika pasien terpasang balutan pada tungkai : exercise pada ibu jari dapat dilakukan, jika balutan terpasang pada lengan ; exercise pada jari – jari.

5. Mempertahankan keutuhan kulit dan penyembuhan luka.

v Memperhatikan daerah kulit yang beresiko terutama pada daerah tonjolan tulang.

v Reguler ( minimal setiap 8 jam ) inspeksi gejala adanya tekanan.

v Menggerakan ( minimal 2 jam sekali ) dalam batasan menurut sistem menggerakan fraktur.

v Sebelum balutan terpassang, laserasi dan abrasi kulit harus ditangani untuk mempercepat penyembuhan, kulit dibersihkan, kemudian balutan steril dipasang untuk membalut luka.

v Observasi terhadapt tanda – tanda infeksi, bau balutan, drainse purulen.

v Menginspeksi kulit yang kontak dengan pinggir gips atau alat traksi dan mengupayakan agar tidak terjadi gosokan pada daerah kulit.

v Menjaga kulit agar tetap kering dan bersih terutama pada gips, penggendong dan alat traksi.

v Menganjurkan makanan yang gizinya seimbang.

6. Mengurangi nyeri

Penderita fraktur sering kali menderita rasa sakit pada lokasi fraktur, rasa nyeri yang terus menerus dan disertai spasme otot akan menimbulkan stres pada fragmen fraktur. Langkah – langkah yang dapat dilakukan perawat untuk menghilangkan rasa nyeri :

v Meninggikan area yang sakit.

v Kompres dingin pada tempat cedera.

v Ganti – ganti posisi secara teratur, asal dalam batas restriksi pengobatan.

v Berikan obat diazepam untuk meredakan spasme otot

v Pemberian obat analgesik, narkotik, atau non narkotik sesuai dengan instruksi dokter dengan dosis dan jarak waktu pemberian yang tapat.

7. Perawatan diri

Defisit perawatan diri terjadi saat ada bagian tuguh yang terimobilisasi, sehingga menyebabkan menurunnya kemampuan self care. Perawat harus membantu pasien mengidentifikasi area defisit self care dan mengembangkan strategi terbaik dalam membantu pasien untuk mencapai kamandirian ADL. Partisipasi pasien dalam ADL penting untuk meningkatkan self care,kemandirian, pemeliharaan dan menghindari reaksi psikologis ( depresi ).

VIII. PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI FRAKTUR

1. Shock

Disebabkan banyaknya darah dan cairan yang keluar dari jaringan yang terkena fraktur.

Penatalaksanaan : Berikan penggantian darah dan cairan .

2. Emboli lemak

Globula lemak dilepaskan mengikuti fraktur dari tulang panjang atau injuri yang menyertai fraktur. Globula lemak berkombinasi dengan platelet untuk membentuk emboli. Berlangsung cepat jika disertai distress pernapasan dan gangguan serebral.

Penatalaksanaan :

Ø Monitor klien terhadap gejala yang terjadi 48 – 72 jam

Ø Untuk mencegah emboli lemak, berikan dukungan inspirasi

Ø Immobilisasi fraktur

Ø Observasi klien terhadap tanda dan gejala yang berkaitan dengan masalah sistem saraf dan persarafan.

3. Emboli pulmoner

Tromboemboli dapat terjadi setelah fraktur atau setelah pembedahan untuk memperbaiki fraktur.

Penatalaksanaan :

Ø Meningkatkan sirkulasi dan mencegah vena statis untuk menghindari emboli pulmoner.

Ø Berikan heparin dosis rendah subcutan.

4. Delayed bone Healing ( penyembuhan tulang tertunda )

Dapat disebabkan oleh non union, yaitu gagalnya ujung tulang yang fraktur untuk menyembuh atau disebabkan oleh mal union, yaitu ujung tulang fraktur yang menyembuh pada posisi deformitas.

Penatalaksanaan :

Ø Intervensi pembedahan diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan tulang dan memperbaiki penyatuan tulang.

Ø Jika perlu, siapkan klien untuk menggunakan stimulasi elektrik yang dapat meningkatkan pertumbuhan tulang atau untuk bone graft.

5. Kompartemen sindroma

Perfusi jaringan dalam kompartmen otot ( otot tertutup oleh fascia inelastik ) diduga sekunder terhadap pembengkakan jaringan, perdarahan atau ballutan terlalu ketat. Jika sirkulasi tidak kembali, iskemi dan anoxia jaringan dapat menimbulkan kerusakan saraf permanen, atropi otot dan kontraktur.

Penatalaksanaan :

Ø Monitor klien terhadap tanda dan gejala dari kompartmen syndrom seperti nyeri hebat yang tak berkurang setelah diberikan analgesik.

Ø Tinggikan ekstremitas, kompres dingin dan monitor kondisi neurovaskuler.

Ø Sesuai indikasi, kurangi tekanan dengan menggunakan balutan atau siapkan klien untuk fasciotomi ( insisi pembedahan fascia dan memisahkan dari otot ).

6. Infeksi

Potensial infeksi meningkat pada “ compound fractures “, penggunaan traksi skeletal atau prosedur pembedahan.

Penatalaksanaan :

Ø Pertahankan tehnik aseptik

Ø Monitor tanda – tanda infeksi

7. Nekrosis avaskuler.

Akibat terputusnya suplai darah ke bagian fraktur setelah ada kematian jaringan tulang; biasa timbul pada fraktur kaput femur.

Penatalaksanaan :

Ø Siapkan klien untu pembedahan seperti Bone graft, prosthese tulang, replacement sendi, penyatuan sendi atau amputasi.

IX. PEMERIKSAAN FISIK DAN DIAGNOSTIK FRAKTUR

A. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan untuk mengidentifikasi tipe fraktur, ( komplit, inkomplit dll )

1. Inspeksi

Pada daerah mana yang terkena.

Ø Deformitas nampak jelas pada daerah yang mengalami fraktur

Ø Adakah edema ?, ekimosis pada sekitar lokasi cedera ?

Ø Adakah laserasi / lecet ?

Ø Adakah perubahan warna kulit ?

Ø Kehilangan fungsi daerah yang cedera.

2. Palpasi

Ø Adakah bengkak, nyeri dan penyebaran ?

Ø Adakah krepitasi , ( akibat adanya udara pada subkutis.)

Ø Adakah pulsasi / teraba tidak, dingin, baal (anestesi )

3. Monitor adakah spasme otot pada sekitar daerah yang mengalami fraktur

4. Terpasang alat immobilisasi pada lokasi cedera seperti : gips, bidai dsb.

5. Observasi tanda vital

B. Pemeriksaan Diagnostik

Untuk menegakan suatu diagnosa perlu dilakukan beberapa pemeriksaan antara lain :

1. Laboratorium

Pemeriksaan darah : Hb, Ht, leucosit, LED, Ca dan P, creatinin, urinalisa.

2. Radiologi ( X-Ray )

Ø Untuk melihat berat / tidaknya cedera atau lokasi terjadi fraktur.

Ø Untuk melihat perkembangan tulang.

3. CT-Scan

Ø Prosedur tersebut digunakan untuk melihat gambaran otak dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak ( fraktur tulang kepala /tengkorak )

Ø Untuk mendeteksi struktur fraktur yang komleks.

4. MRI ( Magnetik Resonace Imaging )

Ø Mengidentifikasi masalah pada otot, tendon dan ligamen.

Ø Untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah, saraf dan otak lebih jelas, misal : pada fraktur tulang belakang.

5. Arthroscopy ( tindakan peneropongan daerah sendi )

6. arteriogram ( dilakukan bila kerusakan vaskuler terjadi

X. ASKEP FRAKTUR

A. Pengkajian

1. Riwayat keperawatan

Ø Data biografi

Ø Riwayat terjadinya trauma / fraktur

Ø Lokasi fraktur

Ø Trauma yang pernah dialami sebelumnya

Ø Kebiasaan minum – minuman keras atau alkohol

Ø Hobby ( balap motor, karate, sepakbola )

2. Pengkajian fisik

Ø KU. Tingkat kesadaran, monilisasi, tanda – tanda vital

Ø Daerah fraktur

ü Perubahan bentuk tulang

ü Lokasi fraktur

ü Gerakan extremitas

ü Integritas kulit yang terganggu : perdarahan sub cutan, empisema. Gelembung udara dikulit, bengkak, nyeri.

Ø Status neurovaskuler

ü Pergerakan daerah fraktur, daerah distal

ü Sensasi : kebal / anastesi, perasaan gatal

ü Nadi dibagian distal : tanda – tanda syok

ü Kuku ekstremitas : pucat, sianosis

ü Kulit : warna, temperatur kulit.

ü Nyeri : lokasi, frekwensi dan tingkat nyeri.

Ø Sistim defekasi dan perkemihan : darah pada urine, retensi urine, konstipasi

3. Riwayat psikososial

Cemas akibat hospitalisasi yang lama, menghadapi operasi dan pengobatan, perpisahan dengan orang tua dan resiko kecacatan.

B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d diskontinuitas jaringan tulang, integritas kulit / jaringan lunak, spasme otot, edema. Ditandai dengan :

v Klien mengeluh nyeri / ekspresi wajah menunjukan nyeri

v Perubahan pola tidur

v Perubahan tanda vital

v Tonus otot meningkat / tegang.

Tujuan

Rasa nyeri dapat dikurangi / diminimalkan, kriteria :

Ø Klien mengatakan nyeri berkurang

Ø Klien melakukan tehnik mengontrol nyeri

Ø Ekspresi wajah tidak menunjukan nyeri

Ø Tidur adekuat 6 – 8 jam / hari

Ø Tonus otot dalam batas normal.

Intervensi

Ø Kaji karakteristik nyeri ( lokasi, durasi, intensitas) perhatikan tanda non verbal nyeri.

Ø Mempertahankan immobilitas pada daerah yang fraktur

Ø Tinggikan dan sanggah daerah yang fraktur

Ø Hindari pemakaian bantal plastik dibawah gips

Ø Monitor tanda – tanda vital

Ø Berikan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan

Ø Kolaborasi pemberian analgetik sesuai program therapi.

2. Gangguan mobilisasi fisik b/d. pembatasan gerak, nyeri ditandai :

v Klien mengeluh nyeri bila bergerak

v Klien mengatakan takut merubah posisi karena nyeri

v Kelihatan ekspresi nyeri saat bergerak.

v Perubahan tanda- tanda vital

v Klien banyak berbaring terlentang ditempat tidur.

Tujuan

Ø Klien dapat melakukan kegiatan sehari – hari dengan bantuan minimal.tanda – tanda vital dalam batas normal

Ø Klien tidak merasa lelah setelah mobilisasi

Intervensi

Ø Kaji tingakt mobilisasi, catat persepsi klien tentang mobilisasi

Ø Anjurkan klien untuk melakukan, melatih ROM aktif atau pasif

Ø Berikan bantalan kaki dengan tepat

Ø Anjurkan klien untuk merobah posisi dan ajarkan nafas dalam

Ø Monitor tekanan darah saat permulaan dan catat adanya keluhan

Ø Anjurkan untuk minum 2000 – 3000 ml / hari termasuk sari buah.

3. Resiko tinggi infeksi b/d kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan

Tujuan

Ø Luka sembuh sesuai waktu, bebas drainse purulen atau eritema dan demam.

Intervensi

Ø Insfeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi atau robekan kontinuitas

Ø Kaji sisi pen / kulit, perhatikan keluhan peningkatan nyri / rasa terbakar

Ø Berikan perawatan pen / kawat steril sesuai protokol dan mencuci tangan

Ø Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan, bau drainase yang tidak enak.

Ø Kolaborasi untuk pemeriksaan lab dan pemberian antibiotik sesuai indikasi.

4. Gangguan integritas kulit b/d diskontinuitas jaringan, fraktur terbuka, ditandai :

v Keluhan gatal

v Nyeri hebat, tekanan pada daerha yang sakit

v Destruksi lapisan kulit/ jaringan

Tujuan

Ø Mencegah kerusakan kulit

Ø Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu

Intervensi

Ø Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna, kelabu, memutih.

Ø Massage kulit dan penonjolan tulang, pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan.

Ø Tempatkan bantalan air / bantalan lain dibawah siku / tumit sesuai indikasi

Ø Ubah posisi dengan sering

Ø Kaji posisi cincin bebat pada alat traksi

5. Perubahan perfusi jaringan ferifer b/d perdarahan sekunder terhadap injuri.

Tujuan

Ø Klien dapat mempertahankan aliran darah yang adekuat

Ø Perubahan perfusi jaringan tidak terjadi

Intervensi

Ø Kaji sirkulasi setiap jam, pada 24 jam setelah trauma

Ø Monitor adanya tanda – tanda anemia, sianosis, baal, nyeri

Ø Pertahankan kelancaran nutrisi yang adekuat

Ø Kolaborasi untuk faseratomy untuk mengurangi tekanan pada pembuluh darah dan syaraf jaringan.

6. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, perubahan membran alveolar / kapiler.

Tujuan

Ø Mempertahankan fungsi pernafasan adekuat

Ø Fekwensi pernafasan dalam batas normal

Intervensi

Ø Awasi frekwensi pernapasan, perhatikan stridor, penggunaan otot bantu, retraksi , terjadinya sianosis sentral.

Ø Auskultasi bunyi napas

Ø Atasi jaringan cedera / tulang dengan lembut , khususnya hari pertama

Ø Anjurkan latihan napas dalam dan batuk

Ø Pehatikan peningkatan kegelisahan, kacau, letargi, stupor

Ø Observasi sputum untuk tanda adanya darah.

XI. EKTERNAL PIKSASI

Modalitas alternatif managemen fraktur adalah menggunakan fiksasi eksternal.

Sesudah reduction fraktur, insisi perkutaneus ( kecil ) dibuat untuk mengimplantasikan pen ke tulang. Lubang kecil dibuat dari pen metal dimasukan melewati tulang. Pen dikuatkan letaknya dengan metal eksternal untuk mencegah pergerakan tulang.

Beberapa keuntungan eksternal piksasi :

1. Mengurangi kehilangan darah dibandingkan dengan piksasi internal

2. Pasien dapat mobilisasi lebih dini

3. Mengurangi rasa nyeri

4. Pada luka terbuka penanaman pen ini akan lebih mudah

5. Lebih cepat sembuh

6. Untuk perawatan luka pada bagian gips akan dibuat celah ( jendela )

Kerugian :

1. Terjadi ifeksi pada saluran yang dilalui pen

2. Osteomyelitis ( keadaan serius )

Untuk mencegah infeksi pada beberapa produk mempunyai prosedur perawatan pen dilakukan 1 atau 2 kali sehari. Pada pemasangan eksternal piksasi ini dibutuhkan perawatan dan pembersihan khusus seperti halnya traksi skeletal.

· Observasi letak pen / daerah sekitarnya tiap hari

· Observasi adanya kemerahan, basah dan cairan yang keluar dari daerah pemasangan

· Kaji neurovaskuler pada ekstremitas bagian distal dari fraktur

Eksternal fiksasi biasanya digunakan pada daerah ekstremitas / felvis. Eksternal fiksasi tidak digunakan untuk perawatan fraktur yang lama, sesudah fiksasi diangkat klien dianjurkan untuk menggunakan gips sampai penyembuhan selesai.

XII. DISCHARGE PLANNING

A. Persiapan Perawatan Rumah

Klien dengan fraktur inkomplit biasanya segera disiapkan untuk perawatan di rumah. Klien dengan fraktur pinggang pada lansia atau dengan multiple trauma biasanya ditransfer ke rehabilitasi .

Selain klien juga haurs disiapkan asistan / caregiver atau orang terdekat klien yang akan membantu perawatan atau proses penyembuhan di rumah .

Hal yang harus dikaji meliputi :

o Tingkat pengetahuan klien / keluarga / caregiver

o Lingkungan rumah, contohnya : tangga kelanatai atas, ada / tidaknya kursi roda, keadaan lantai, kamar mandi dll.

Hal – hal yang memungkinkan jatuh / celaka harus dihilangkan. Ruangan harus bebas / minimal perabot untuk memudahkan pergerakan klien dengan menggunakan kruk atau alat bantu lain. Toilet duduk bisa disiapkan utnuk membantu kemandirian klien bereliminasi.

B. Edukasi Klien / Keluarga

Klien dengan fraktur biasanya dipulangkan kerumah masih dalam keadaan memakai pembalut / bandage, splint, gips atau fiksasi eksternal. Perawat harus menyiapkan instruksi verbal / tertulis untuk klien /keluarga / caregiver bagaimana mengkaji dan merawaqt luka untuk meningkatkan penyembuhan dan pencegahan infeksi.

Klien / keluarga / caregiver harus tahu bagaimana komplikasi / tanda – tanda dan kapan terjadinya dan dimana harus menemui / kontak dengan tenaga kesehatan / pelayanan kesehatan profesional.

C. Psikososial

Perawat mengidentifikasi masalah potensial / aktual dirumah sakit dan mengatur untuk evaluasi / follow up dirumah. Sosial worker dibutuhkan untuk membantu klien menggunakan alat – alat perawatan / pengobatan

Jika terjadi kerusakan tulang / jaringan yang luas, perawat harus membantu klien untuk mengerti keadaannya. Proses penyembuhan yang membutuhkan waktu lama, khususnya pada klien dengan komplikasi seperti infeksi.

D. Sumber daya perawatan kesehatan

Klien dengan kecelakaan / terdapat luka luar / multiple fraktur, akan memerlukan perawatan atau evaluasi selama dirumah oleh perawat kesehatan masyarakat.

Pada klien usia lanjut perlu asisten untuk melakukan aktivitas sehari – hari :

Hal lain yang diperlukan :

Ø Fisioterapist bisa berkunjung kerumah sesuai kebutuhan

Ø Atau klien pergi ke klinik / rumah sakit / tempat praktek swasta terdekat.

E. Perawatan di rumah

v Perawatan sesudah gips diangkat

Ø Angkat kulit ari yang kering / sisik dengan hati – hati, caranya diguyur / irigasi, jaringan digosok atau gunakan bahan pelembab seperti lotion

Ø Gerakan ekstremitas dengan hati – hati, diharapkan bisa mengurangi rasa nyeri / tak nyaman

Ø Suport ekstremitas dengan bantal bila istirahat

Ø Latihan dilakukan perlahan dan bertahap sesuai anjuran

Ø Gunakan stoking untuk suport / elastis bondage untuk mengurangi bengkak.

v Perawatan / intervensi untuk klien dengan kelemahan muskuloskeletal

Ø Anjurkan istirahat

Istirahat akan membantu percepat proses penyembuhan karena akan meminimalkan inflamasi, bengkak dan nyeri. Istirahat bisa juga dibantu dengan bidai / splint / gips. Pengurangan range of motion ( ROM ) akan menghasilkan peningkatan densitas smbungan jaringan disekitar area.

v Physical therapy

Physical therapy merupakan intervensi utama untuk klien dengan gangguan muskuloskeletal.

Tujuannya untuk :

a) Mempertahankan sendi untuk ROM, kekuatan otot

b) Mengurangi bengkak dan nyeri

c) Mengurangi spasme otot

d) Mencegah komplikasi karena inaktifitas

e) Mengajarkan perawatan mansiri dan tehnik ambulasi

Tehnik terapi fisik yang digunakan untuk masalah – masalah muskuloskeletal adalah :

1. Pemberian kompres hangat.

Bisa dengan berbagai cara, misalnya kompres hangat langsung, guyur air suam kuku, radiasi infra merah, mandi dengan air hangat atau diatermi. Hal ini diikuti dengan massage dan latihan .

Efect physiologis dari intervensi ini adalah :

Ø Melembutkan jaringan fibrous

Ø Menurunkan nyeri

Ø Meningkatkan edema dan aliran darah

Ø Vasodilatasi, sehingga bisa meningkatkan relaksasi.

2. Pemberian kompres dingin

Bisa diberikan dengan berbagai cara :

Ø Kompres langsung, cool pack, ice bag, hypotermi blanket.

Ø Tepid bath, tepid sponge, alkohol dll

Efek physiologis intervensi ini adalah :

Ø Vasokonstriksi dan menurunkan aktivitas metabolisme

Ø Menurunkan aliran darah sehingga membantu kontrol perdarahan dan bengkak.

Ø Menurunkan nyeri, terutama karena spasme otot.

Pemberiannya harus hati – hati, tidak boleh kurang dari 10 menit atau lebih dari 30 menit, bisa diulang setelah 30 – 60 menit kemudian

3. Massage

Intervensi ini akan memanipulasi jaringan lunak untuk relaksasi otot, mempertahankan tonus otot, meningkatkan aliran darah dan mengurangi spasme otot. Massage mempunyai keuntungan secara mekanik, physiologi dan psikologis.

Sebelum dilakukan massage, usap / berikan lubrican atau minyak / powder untuk menjaga tidak terjadi iritasi kulit

4. Latihan

Latihan disesuaikan dengan kebutuhan klien. Bisa dilakukan dengan cara :

a. Aktif ( gerakan dihasilkan dari individu sendiri )

b. Pasif ( gerakan karena ada orang lain yang menggerakan )

c. Aktif asistif ( gerakan oleh individu dengan bantuan orang lain )

Latihan bisa dikelompokan sebagai berikut :

o Latihan isotonik

o Latihan isometrik

o Latihan iso kinetik

o Latihan ROM

Therapi latihan ini mempunyai keuntungan

o Menjaga / mempertahankan aktivitas sendi

o Mencegah atropi otot dan deformitas lain

o Mempertahankan kekuatan otot

o Menstimulasi sirkulasi darah

v Bantu klien / keluarga untuk mengenal dan menggunakan alat bantu :

a) Pemakaian crutches / kruk

o Perhatikan cara pemakaian

o Cegah terjadi kecelakaan dirumah dengan cara :

ü Ajarkan klien / keluarga mempersiapkan alat –alat

ü Anjurkan mengamankan llingkungan, misalnya jaga lantai tetap kering / tidak licin, membuka pintu perlahan, dll.

b) Alat bantu jalan ( walkers )

o Perlu diperhatikan kekuatan otot triseps, biasanya digunakan sebelum penggunaan kruk.

v GIPS.

Tujuan pemasangan Gips :

o Untuk mempertahankan immobilitas dan proteksi selama proses penyembuhan .

o Mencegah / memperbaiki deformitas.

Yang perlu diperhatikan klien / keluarga pad klien dengan pemasangan gips adalah : perawatan kulit dan perawatan gips; yaitu :

Ø Kaji keadaan kulit / gips

Ø Kaji sensori kulit terhadap pemasangan gips

Ø Ajarkan klien / keluarga tanda – tanda perubahan yang terjadi pada kulit dan segra lapor.

Ø Berikan lotion untuk mencegah kerusakan kulit

Ø Amati terjadi gesekan, luka, iritasi, bengkak, perubahan warna,( merah, cyanosis, pucat )

Ø Hubungi segera pada petugas kesehatan bila terjadi hal – hal diluar kebiasaan.

DAFTAR PUSTAKA

Long, Barbara C, (1996), “ Perawatan Medikal Bedah “ bagian 2, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Bandung.

Ignatavicius, Donna D / Bayne, Marilyn Vorner (1991),” Medical Surgical Nursing, a nursing proces approach, WB Saunders, Philadelphia..

Joyce M Black and Esther Matassarin (1997),” Medical – Surgical Nursing “ WB. Sounders.

Sylvia A, Price and Lorraine M. Wilson (1995),” Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit “, Jakarta, EGC.

Hanny Handayani, (1998 ), “ Asuhan Keperawatan Klien dengan Fraktur “, JKI volume I, Jakarta.

Price and Wilson (1995), Patofisiologi”, Edisi 4 , EGC Jakarta.

Staf Pengajar FK UI, “ Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah “, FKUI, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar